Ikubaru's Blogzia-Menurut Shapiro dalam Kuncoro (1996: 17), Sistem Moneter Internasional (SMI) merupakan sistem moneter yang menunjuk seperangkat kebijakan, institusi, peraturan dan mekanisme yang menentukan tingkat dimana suatu mata uang yang ditukarkan dengan mata uang lain. SMI sering diibaratkan seperti lampu lalu lintas konvertibilitas kurs mata uang asing dimana pelaku transliterasi tak ada masalah dalam kegiatan konvertibilitas kecuali ada masalah pada lampu lalu lintas tersebut. SMI sangat erat kaitannya dengan konsep konvertibilitas mata uang (Currency Convertibility).
Konsep konvertibilitas berkaita erat dengan perbedaan antara Hard and soft Currencies. Ada beberapa ciri mata uang yang tergolong Hard Currency, yakni:
Dalam perjalanannya Sistem Moneter Internasional (SMI) telah mengalami beberapa kali evolusi mulai dari Sistem Standar Emas (1821-1914), Non-System (1914-1944), Sistem Bretton Woods (1946-1968), Sistem Kurs Tertambat (1968-1973), dan Sistem Kurs Mengambang (1973-sekarang). (Kuncoro, 1996:27)
KONVERTIBILITAS MATA UANG (CURRENCY CONVERTIBILITY)
Konsep konvertibilitas mata uang (Currency Convertibility) secara implisit menekankan pentingnya penggunaan mata uang yang dapat dengan mudah ditukarkan dengan mata uang lain (Internationally Convertible Currency). Konvertibilitas secara implisit menunjukkan ada tidaknya pasar yang bebas dan aktif bagi suatu mata uang. Walaupun konversi suatu mata uang ke mata uang lain tidak dihambat oleh peraturan pemerintah yang berlaku, mungkin saja tidak cukup permintaan dari penduduk dari luar Negara tersebut karena kurang memiliki konvertibilitas mata uang (Inconvertible Currency).Konsep konvertibilitas berkaita erat dengan perbedaan antara Hard and soft Currencies. Ada beberapa ciri mata uang yang tergolong Hard Currency, yakni:
- Adanya Mata Uang yang Diterima Luas sebagai Bukti Pembayaran Internasional. Mata uang yang menjadi dasar alat tukar internasional seperti Dollar AS, Euro, Yen, Dollar HK, dan Poundsterling. Alat pembayaran ini dapat diterima oleh banyak Negara, walaupun mata uang yang digunakan tidak memakai mata uang internasional tersebut.
- Adanya Suatu Pasar yang Bebas dan Aktif. Mata uang yang dijadikan oleh digunakan sebagai alat tukar internasional dapat mudah diperoleh dan diperjualbelikan secara internasional di pasar valuta asing suatu Negara dalam jumlah yang banyak.
- Minimnya Restrikasi dalam Transfer Uang ke Dalam maupun Luar Negeri
SEJARAH SISTEM MONETER INTERNASIONAL
Dalam perjalanannya Sistem Moneter Internasional (SMI) telah mengalami beberapa kali evolusi mulai dari Sistem Standar Emas (1821-1914), Non-System (1914-1944), Sistem Bretton Woods (1946-1968), Sistem Kurs Tertambat (1968-1973), dan Sistem Kurs Mengambang (1973-sekarang). (Kuncoro, 1996:27)
SISTEM STANDAR EMAS (1821-1914)
Sistem Standar Emas didasarkan oleh anggapan Colombus yakni Emas merupakan kekayaan, dan siapa yang menguasainya mempunyai semua yang ia butuhkan di dunia. Standar Emas ini menunjukkan nilai intrinsik (nilai logam pembuat uang) sama dengan nilai nominalnya (nilai yang tertera pada mata uang tersebut). Standar Emas memiliki ciri-ciri penting yang dapat dilihat dari beberapa aturan dasarnya, yakni:
- Menentapkan mata uangnya berdasarkan nilai emas yang berlaku
- Aliran Ekspor dan Impor dizinkan bebas tanpa hambatan antar Negara
- Otoritas moneter harus memegang cadangan emas dalam kaitannya dengan uang kertas yang dikeluarkannya.
Dengan penerapan sistem Emas ini ketidakselarasan kurs tukar secara otomatis akan dikoreksi dengan arus emas lintas batas. Ketidakseimbangan pembayaran internasional juga akan terkoreksi secara otomatis (price-specie-flow mechanism).
NON-SYSTEM (1914-1944)
Pengaruh Perang Dunia I yang terjadi di beberapa Negara termasuk di Eropa membuat perekonomian di beberapa Negara eropa menjadi terkena imbasnya. Beberapa Negara di Eropa seperti Inggris, Perancis, Jerman, dan Rusia mulai menghentikan penebusan wesel bank dalam emas dan mengembargo ekspor emas. Negara-negara Eropa mulai meninggalkan Sistem Standar Emas. Efek yang terparah juga banyak dialami beberapa Negara di luar Eropa, seperti Amerika Serikat yang menderita kelesuan perekonomian pasca Perang Dunia I (Kelesuan Black Tuesday) pada 1929.Dalam kondisi ini banyak Negara yang masuk pada fenomena Nonsytem dalam Sistem Moneter Internasional dimana nilai mata uang ditentukan secara arbiter oleh pemerintah dan mekanisme pasar. Banyak Negara akhirnya melakukan perang perdagangan Beggar-thy-Neighbour (Politik Memiskinkan Negara Tetangga) dengan cara menurunkan nilai mata uangnya agar dapat menaikkan ekspor dan menurunkan impor. Akibatnya perdagangan dan keuangan internasional menjadi kacau akibat upaya preventif keuangan oleh beberapa Negara.
SISTEM BRETTON-WOODS (1946-1968)
Untuk mencegah kebijakan ekonomi yang destruktif di masa mendatang dan mengambil pelajaran di masa Non-System, pada bulan Juli 1944 diadakan Konfrensi Moneter Internasional di Bretton Woods, New Hamspire, Amerika Serikat yang dihadiri 44 negara. Konfrensi ini berhasil melahirkan dua lembaga moneter Internasional, yakni Dana Moneter Internasional (IMF) dan Bank Dunia (IBRD) yang bertugas melaksanakan SMI menurut Sistem Bretton Woods.Sistem Bretton Woods beroperasi atas dasar pertukaran emas (Gold Exchange Standard), yakni setiap Negara diminta menetapkan nilai pari mata uangnya dengan kurs tetap atau terttambat Dollar AS. Dollar AS akan ditambatkan terhadap Emas dengan nilai emas sebesar $35/ons. Oleh karena itu, berdasarkan Sistem Bretton Woods Dollar AS dijadikan standar moneter internasional dan juga setiap mata uang dunia harus didasarkan pada satuan nilai tambat Dollar terhadap emas.
Contoh nilai tukar mata uang asing dalam system Bretton Woods ialah Deustch Mark (DM) nilainya identik dengan ons emas, berarti nilai 1 DM bernilai , yakni $0,25 per 1 DM. Kurs tersebut diperbolehkan untuk berfluktuasi dengan batas 1% dari nilai pari.
Dalam sistem Bretton Woods memiliki pernanan sentral dalam sistem moneter internasional. Hal ini diperkuat dalam kebijakan moneter AS yang menyebar ke seluruh dunia. Apabila AS menjalankan kebijakan ekspansi moneter, Negara lain mau tak mau harus menjalankan kontraksi moneter agar dapat mempertahankan kurs parinya. Namun hal ini menjadi kendala bagi Amerika Serikat yang memiliki tingkat inflasi lebih tinggi dibandingkan Negara-negara Eropa, ditambah lagi Amerika Serikat menjadi penopang utama (Reserve Currency Country) yakni menyuplai likuiditas internasional dengan Dollar AS dan menjamin konvertibilitas Dollar AS terhadap emas. Hal ini kemudian melahirkan Trffin Dillema, yakni di satu sisi peran AS dalam memecahka masalah likuidasi dunia namun disisi lain utang AS meningkat terhadap Negara lain.
Menurut McKinnon dalam Kuncoro (1996:24), Dalam pelaksanaannya, Sistem Bretton Woods merupakan konsep modern mengenai konvertibilitas mata uang sering diasosiasikan dengan pernanan Amerika Serikat. Namun Sistem Bretton Woods ini hanya tinggal nama ketika 21 negara industri berubah nilai parinya terhadap Dollar AS. 12 Negara memutuskan mendevaluasi mata uangnya lebih dari 30% terhadap Dollar AS, 4 melakukan Revaluasi, dan 4 lainnya mengambangkan nilai mata uangnya.
SISTEM KURS TERTAMBAT (1968-1973)
Untuk mencegah dampak kegagalan Sistem Bretton Woods pada Desember 1971 sepuluh Negara mengadakan pertemuan moneter di Smitsonian Institute, Washington DC. Pertemuan ini menjadi titik awal dimulainya sistem Kurs Tertambat. Pertemuan ini menghasilkan persetujuan sebagai berikut:- Harga emas dinaikkan menjadi $38/ons, sebelumnya $35/ons.
- Setiap negara lain merevaluasi mata uangnya terhadap US$ di atas 10%
- Batas kurs tukar diijinkan bergerak 1%-2,25% dalam arah yang lain.
Untuk mencegah kolapsnya nilai Dollar AS terhadap emas maka timbullah kebijakan Penciptaan Aset Cadangan Baru (special drawing rights atau SDRs) oleh IMF. SDRs cenderung lebih stabil dibanding mata uang indivi-dual, sehingga menjadi mata uang denominasi yang atraktif untuk kontrak2 komersial dan keuangan internasional di bawah ketidakpastian kurs tukar. Dalam SDRs ini terdapat hal penting, yakni:
- Awalnya, rata-rata tertimbang atas 16 mata uang dengan pangsa ekspor dunia > 1%
- Pada 1981, kompisisinya hanya terdiri dari lima mata uang utama, yaitu US$, GDM, JP¥, B£, dan FF
- Pada Januari 1999, IMF mengganti GDM dan FF dengan euro dengan kurs konversi tetap.
SISTEM KURS MENGAMBANG (1973-sekarang)
Sistem Bretton Woods akhirnya benar-benar mati dan ditinggalkan oleh beberapa Negara. Untuk mengantisipasinya, Pada Januari 1976 para anggota IMF mengadakan pertemuan di Jamaika untuk menyetujui sistem moneter baru. Dari pertemuan ini menghasilkan 3 kunci utama, yakni- Kurs fleksibel dideklarasikan bagi anggota IMF
- Emas secara resmi dibebaskan sebagai aset cadangan internasional
- Negara-negara non-pengekspor minyak dan negara kurang berkembang diberi akses lebih besar terhadap dana IMF
Dari hasil pertemuan ini Negara-negara mengalami krisis pembayaran neraca pembayaran dan kurs tukar diberikan bantuan dana oleh IMF. Hasil dari pemberian bantuan ini nilai Dollar AS terhadap kurs mata uang lain bervariasi, yakni menurun, meningkat, dan mencapai puncak.
Pada September 1985, Negara-negara G-5 (Prancis, Jepang, Jerman, Inggris, dan AS) bertemu di Hotel Plaza, New York untuk membahas lebih lanjut kebijakan moneter inetrnasional. Dari pertemuan ini dihasilkan persetujuan untuk mendepresiasi Dollar AS terhadap mata uang paling utama untuk memecahkan masalah defisit perdagangan AS dan mengungkapkan keinginannya untuk mengintervensi di pasar valas untuk merealisasikan tujuan ini.
Pertemuan ini juga menghasilkan beberapa kesepakatan berupa Louvre Accord, yang meliputi:
Negara-negara G-7 akan bekerjasama untuk mencapai stabilitas kurs tukar yang lebih besar
Negara-negara G-7 menyetujui untuk berkonsultasi dan berkoordinasi lebih erat atas kebijakan-kebijakan makro-ekonomi.
Refrensi penulisan:
Kuncoro, Mudradjad. 1996. Manajemen Keuangan Internasional.
Warsono. Non-Tahun. Slide Manajemen Keuangan Internasional.
Materi Penulisan:
Tugas Manajemen Keuangan Internasional, Dosen Pengasuh Subur Karyatun, S.E., M.M.
Materi yang berkaitan:
0 Response to "SISTEM MONETER INTERNASIONAL"
Post a Comment